Selasa, 22 September 2015

Cerpen : Tertoreh Luka di Pintu Utama

Kali ini salah satu cerpen karyaku. Saat akan menulis cerita, banyak sekali kisah yang bisa kita tuangkan dalam cerpen itu sendiri. Bisa jadi dari pengalaman pribadi, pengalaman teman, maupun berimajinasi. Kali ini, aku mendapat ide dari pengalaman teman sekelasku. Read this guys!



TERTOREH LUKA DI PINTU UTAMA
Karya Khansa Iffat Budyati

            “Fyuh, akhirnya nggak ketemu guru-guru itu lagi,” ucap Rindy saat memasuki gerbang sekolah dengan sepedanya.
            “Telat lagi, Rin?” teriak Mas Arif, satpam di sekolahnya.
            “Iya, Mas. Macet!” sahut Rindy sambil mengebut menuju tempat parkir sepeda.
            Begitulah keseharian Rindy. Siswi kelas VIII di SMP Budi Mulia ini sering terlambat datang ke sekolah dan mencari-cari alasan terjebak macetlah, ban sepeda kempeslah, atau bangun kesiangan. Segera ia memarkirkan sepedanya, berlari menuju kelas, dan bergegas menuju tempat duduknya.
            “Syukurlah, bu guru belum datang. Selamat... selamat...selamat,” ujarnya.
            Keesokan harinya, ia mengulangi hal yang sama. Ia datang terlambat lagi. Namun, saat memasuki kelas, ternyata Bu Musdalifah, wali kelasnya, sudah berada di dalam kelas.
            “Rindy, kamu terlambat lagi, Nak?” tanya Bu Mus.
            “Maaf, Bu, tadi ban sepeda saya bocor,” jawab Rindy terengah-engah.      
            “Kalau setiap hari kamu terlambat, apakah setiap hari ban sepedamu juga bocor? Pasti kamu bangun kesiangan, kan?” tanya Bu Mus.
            Rindy hanya tersenyum kecil menahan malu. Teman-temannya pun menyorakinya. Rindy segera menempati bangkunya. Barisan paling kiri bangku kedua dari belakang.
            “Ban bocor atau bangun kesiangan? Hahaha....” ledek Diki, salah satu temannya.
            “Ih, sebel. Setiap hari aku bangun pukul 05.00. Mana mungkin aku bangun kesiangan,” jelas Rindy.
            “Anak-anak, mohon perhatiannya. Saya akan mengumumkan peraturan baru di sekolah. Jadi, simak baik-baik ya...” ujar Bu Mus di depan kelas.
            “Ya, Bu...” sahut anak-anak serentak.
            “Dari hasil rapat dewan guru 2 hari lalu, mulai minggu depan sekolah kita akan memberlakukan peraturan baru. Setelah bapak ibu guru mengamati banyak siswa yang datang terlambat, maka, mulai minggu depan setiap pukul 07.00 pintu utama sekolah akan ditutup,” jelas Bu Mus. “Jadi, siapa yang terlambat, dapat lewat pintu samping dan akan dicatat oleh guru BK yang bertugas,” sambung Bu Mus lagi.
            “Yah...” ucap Rindy.
            “Nah, Rindy. Maka kamu jangan terlambat. Karena jika sudah tertulis 3 kali terlambat, maka orang tua kalian akan dipanggil ke sekolah,” kata Bu Mus.
            Mendengar hal itu, Rindy merasa kesal. Karena Bu Mus terus mengungkit kebiasaan Rindy terlambat ke sekolah. Waktu terus berlalu, tak terasa telah tiba saatnya peraturan baru dilaksanakan. Namun, Rindy masih saja terlihat datang terlambat. Saat itu, Mas Arif baru saja mengunci pintu utama. Dan seperti yang dikatakan Bu Mus, Bu Puji, salah seorang guru BK di sekolahnya, telah bersiap di depan pintu samping sekolah. Beliau mencatat nama anak-anak yang terlambat pada saat itu.
            “Ah, berurusan dengan guru itu lagi! Males banget! Mana di belakang sudah nggak ada yang terlambat, lagi. Pasti ibu itu akan berceramah panjang lebar,” gumamnya.
            “Rindy, tenyata kamu sering terlambat, ya? Ibu juga tidak pernah melihatmu  bersalaman dengan bapak ibu guru setiap pagi,” kata Bu Puji.
            “Saya naik sepeda, Bu, jadi sering terlambat. Kan macet di jalan,” jawabnya.
            “Makanya, kamu bangun lebih awal dari biasanya agar tidak terlambat! Ibu sudah mencatat namamu, sekarang kamu boleh masuk,” sambung Bu Puji.
            Rindy cepat-cepat masuk kelas. Baru saja ia duduk, Pak Amir masuk kelas dan memulai pelajaran Matematika.
            “Lho, Rin, masih terlambat lagi? Bukannya hari ini sudah diberlakukan peraturan baru?” tanya Gaby, teman sebangkunya.
            “Yach..! Aku terpaksa lewat pintu samping dan bertemu Bu Puji, guru BK nyebelin itu!” jawab Rindy setengah berbisik.
            “Sebegitu bencinya kamu sama Bu Puji, memang ada apa sih?” desak Gaby terus.
            “Pasti kamu sudah tau alasannya. Aku sering sekali berurusan dengannya,” jawabnya.        “Oh, begitu rupanya. Berarti setiap pagi kamu tidak pernah bersalaman dengan bapak ibu guru?” ujar Gaby.
            “Buat apa harus bersalaman? Apalagi  dengan guru BK yang sok, itu,” ketusnya,  “Sudahlah! Gak perlu dibahas lagi, dimarahi Pak Amir tau rasa, kamu!” imbuh Rindy.
            Tak terasa, pelajaran Pak Amir telah usai dan dilanjutkan dengan pelajaran-pelajaran lainnya. Seharian ini Rindy tampak tidak fokus mengikuti pelajaran di kelas. Bahkan, ketika tadi Pak Amir memberi pertanyaan kepadanya, ia tak bisa menjawab. Padahal, ia sangat suka pelajaran matematika. Biasanya bisa mengerjakan soal-soalnya dengan mudah. Namun, belakangan ini ia sering melamun, memikirkan apa yang harus ia lakukan besok agar tidak bertemu Bu Puji.
            Waktu berjalan begitu cepat. Kini sudah pukul 13.00. Jam pelajaran telah usai. Waktunya pulang ke rumah. Rindy segera mengambil sepedanya di tempat parkir dan mengayuhnya dengan santai. Di jalan ia masih saja memikirkan cara untuk menghindari Bu Puji esok hari.
            “Hmm, apa yang harus kulakukan besok ya? Kalau sampai sekolah sebelum atau sesudah pukul 7 pasti akan bertemu dengannya. Bagaimana jika pukul 6? Pasti belum ada guru yang bertugas di pintu utama. Hmm, tapi mustahil bagiku untuk datang sepagi itu,” pikirnya.
            Hari berganti hari tak bisa Rindy hindari. Ia harus bertemu kembali dengan Bu Puji.
            “Sudah kedua kalinya kau terlambat, Rin. Jika besok kau terlambat lagi, lusa ibumu harus datang menemui saya di sekolah,” kata Bu Puji.
            “Iya, Bu. Saya tahu itu. Ibu sudah mencatat nama saya, kan? Sekarang saya boleh masuk?” pinta Rindy.
            “Tidak secepat itu. Apa kamu tidak merasa melakukan kesalahan selain datang terlambat?” tanya Bu Puji sambil memandang ke arah sepatu Rindy.
            “Oh, sepatu hitam saya di rumah, Bu. Nanti saya ada ekstra kurikuler basket, jadi saya memakai sepatu yang ini,” jawabnya.
            “Sepatu birumu Ibu sita sampai kau lulus. Lalu sepatu merahmu ini? Harus Ibu sita sampai kapan? Sampai kau kuliah? Apa kau mau begitu?” cetus Bu Puji.
            “Jangan, Bu.... Lantas, saya pakai sepatu apa hari ini?” tanyanya.
            “Ya sudah kalau begitu. Sekarang lepas sepatumu. Ambil sepulang sekolah nanti.  Segeralah masuk kelas,” jawab Bu Puji.
            “Berarti saya harus mengikuti pelajaran tanpa sepatu?” tanyanya lagi.
            “Tentu saja! Ibu akan memberitahukan hal ini kepada guru yang mengajar di kelasmu hari ini,” kata Bu Puji.
            Rindy melepas sepatunya. Berjalan gontai menuju ruang kelasnya sambil menunduk malu. Beruntung tidak ada yang melihatnya, karena semua murid sudah masuk kelas pagi itu.
            “Lho, Rin. Sepatumu ke mana?” tanya Ridho, sesampai di kelasnya.
            “Keberuntungan sedang tidak memihakku, Dho. Disita Bu Puji lagi. Baru boleh ku ambil nanti sepulang sekolah,” jelas Rindy.
            “Oh begitu, ya? Syukurlah masih bisa dipakai untuk basket nanti sore,” ucap Ridho.
            Pelajaran demi pelajaran Rindy lalui tanpa mengenakan sepatu. Ia sangat tersiksa. Ia merasa sangat malu. Ia tak bisa ke mana-mana, walau hanya beranjak dari tempat duduknya. Saat jam istirahat pun, ia tak bisa pergi ke kantin untuk membeli makanan. Ia hanya berdiam diri menahan rasa laparnya sampai ia mendapatkan sepatunya kembali.          
            Bel pulang sekolah telah berbunyi. Namun, Rindy tak kunjung keluar kelas. Ia menunggu keadaan di luar sepi, agar tak ada yang mengetahui bahwa dirinya tak mengenakan sepatu. Sesudah sepi, ia segera memasuki ruang BK untuk mengambil sepatunya.

            “Permisi, Bu. Saya mau mengambil sepatu,” ucap Rindy lembut.
            “Sudah kapok, Rin?” sahut Bu Puji. Rindy hanya diam menundukkan kepala.
            “Itu ambillah sepatu merahmu! Besok jangan dipakai lagi,  dan jangan terlambat pula. Ingat kata-kata ibu tadi pagi,” sambung Bu Puji.
            “Ya, Bu. Terima kasih,” jawab Rindy.
            Rindy segera memakai sepatunya dan keluar dari ruang BK. Ia keluar dengan muka sangat kesal. Meski sudah mendapatkan sepatu basketnya, tetapi ia merasa sangat terpukul ketika melihat sepatu birunya yang tergeletak begitu saja di ruang BK. Sudah sekitar tiga bulan sepatunya berada di sana semenjak Bu Puji menyitanya.
            Tak terasa hari sudah beranjak petang. Latihan basket pun usai sudah. Kini Rindy benar-benar berpikir keras, bagaimana caranya untuk menghindari Bu Puji besok. Ia tak boleh terlambat untuk ketiga kalinya. Ia tak mau ibunya dipanggil ke sekolah hanya untuk menemui Bu Puji di ruang BK.
            “Wah, sepertinya aku memang harus datang pukul 06.00, agar tidak bersalaman dengan bapak ibu guru, dan terlebih tidak bertemu Bu Puji,” pikirnya.
            Ketika makan malam, Rindy meminta pada mamanya agar besok dibangunkan pukul 04.00. Mamanya heran atas permintaan Rindy. Ia juga minta dibuatkan bekal untuk sarapan di sekolah.
                        “Memangnya ada apa kok mau berangkat pagi?” tanya mama.
            “Gak apa-apa kok, Ma, takut telat, ” jawab Rindy.
            Kemudian Rindy pergi tidur. Ia berharap besok bisa bangun pagi. Sebelum tidur, ia tak lupa menyetel alarm HP-nya, untuk jaga-jaga jika mama lupa membangunkannya. Tapi apa boleh buat, ketika ia terbangun, jam dinding telah menunjukkan pukul 06.00 pagi. Kini Rindy benar-benar bangun kesiangan. Mamanya pun baru saja bangun.
            “Mama, kenapa tidak membangunkanku? Sekarang aku malah terlambat!” teriak Rindy sambil berlari menuju kamar mandi.
            “Maaf, Nak. Mama juga kesiangan, nih. Jadi dibuatkan bekal, tidak?” tanya mama.
            “Gak usah, Ma. Biar Rindy jajan di kantin saja. Aku sudah benar-benar terlambat,” jawabnya.
            Dengan cepat dikayuhnya sepedanya. Rindy memilih lewat gang-gang kecil. Ia tak mau terlambat. Ia tak mau mamanya dipanggil ke sekolah jika kali ini ia terlambat lagi.
            “Aduh.... Kurang 5 menit. Aku pasti terlambat lagi,” ucapnya ketika melihat jam di tangannya, “Mana lampu merah, lagi..... Duh!!” keluhnya.

            Sesampainya di sekolah, gerbang masih terbuka, tetapi pintu utama telah terkunci. Hanya tersisa pintu samping yang dapat ia lewati. Di depan pintu itu, Bu Puji telah bersiap. Rindy merasa sangat takut bila Bu Puji mengetahui bahwa dirinya datang terlambat hari ini. Dan keputusan yang dibuat Rindy secara mendadak adalah ia memutar arah sepedanya, ia mengebut keluar dari gerbang sekolah, dan tiba-tiba “braaak!!!!”. Sebuah motor yang melaju dengan kencang menabraknya.
            “Aaaaa!!! Tolong.... Tolong aku....ha....aaa....aaa” teriak Rindy sambil menangis.
            “Mas Arif, apa yang terjadi di depan?” tanya Bu Puji kepada Mas Arif yang sedang berada di pos satpam.
            “Wah, Rindy! Bu, Rindy tertabrak motor !!” sahut Mas Arif.
            “Ya ampun, anak itu! Mari, Mas, kita bantu, bawa dia ke UKS dahulu,” kata Bu Puji.
            Rindy yang baru saja tertabrak motor terus menangis. Darahnya bercucuran sangat banyak. Segera Mas Arif menggotongnya ke UKS. Dan untunglah pengendara motor tidak mengalami luka parah.
            “Mas, tolong beritahu Pak Iwan untuk menyiapkan mobil sekolah. Kita harus segera membawa Rindy ke rumah sakit,” ujar Bu Puji.     
            “Baik, Bu,” jawab Mas Arif.
            Ditemani Bu Mus, Bu Puji dan Mas Arif, Pak Iwan membawa Rindy ke rumah sakit terdekat. Di dalam mobil, Rindy terus menangis sambil menahan rasa sakitnya. Bu Mus juga segera menelfon Mama Rindy untuk menyusul ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Rindy segera dibawa ke UGD. Di sana, dokter mengatakan bahwa Rindy mengalami patah tulang kaki sebelah kanan dan harus segera dioperasi.
            Bu Puji, Mas Arif, Pak Iwan, dan Bu Mus menunggu di depan ruang operasi sambil menantikan kedatangan Mama Rindy. Tak lama kemudian, mamanya datang. Bu Puji menceritakan apa yang telah menimpa Rindy tadi pagi. Setelah melalui 4 jam proses operasi, Rindy sudah dipindahkan ke ruang pasien. Namun, hanya Mama dan Bu Puji saja yang bisa menunggu Rindy di rumah sakit. Bu Mus dan Pak Iwan, dan Mas Arif kembali ke sekolah.
            “Kau sudah sadar, Rin? Ini Mama. Bu Puji juga di sini,” kata Mama kepada Rindy yang masih terbaring lemah di tempat tidur. Rindy hanya tersenyum kecil melihat mamanya. Tak sedikitpun mau melihat Bu Puji.
            “Mari, Bu, duduk di sini. Akan saya ambilkan minum untuk Bu Puji,” ucap Mama.
            “Ma, sekarang aku mau sendiri dulu. Mama dan Bu Puji keluarlah dulu,” pintanya.
            “Em, baiklah. Jika kau membutuhkan sesuatu, panggil Mama, ya. Mama ada di depan. Pintunya akan kubiarkan membuka sedikit,” jawab mama sambil keluar kamar.

            Karena sudah siang Bu Puji berpamitan untuk pulang. Rindy lega, karena ia tak mau Bu Puji menjenguknya. Ia tak mau melihat Bu Puji untuk saat ini. Sekitar pukul 2 siang, Gaby dan mamanya menjenguk Rindy ke rumah sakit. Sepertinya Gaby langsung mengajak mamanya menjenguk Rindy sepulang sekolah, karena ia masih mengenakan seragam sekolah.
          “Rindy, ini Gaby dan mamanya datang menjengukmu,” ucap Mama.
          “Bagaimana keadaanmu, Rindy?” tanya Mama Gaby.
          “Ya seperti ini, Tante. Tadi pagi saya harus menjalani operasi, karena patah tulang di bagian kaki kanan saya,” jawabnya.
          “Cepat sembuh ya, Rin. Tadi teman-teman sekelas terkejut setelah mendengar kabar dari Bu Mus bahwa kau baru saja mengalami kecelakaan,” ucap Gaby.
          “Terma kasih, Gab,” jawab Rindy. Kemudian, Mama Gaby meninggalkan mereka berdua di kamar.
          “Rin, aku dengar mamamu tadi bilang kalau kau ingin sendiri di kamar. Apa yang kau pikirkan, Rin? Tidak biasanya kau betah sendirian saja seperti itu,” tanya Gaby.
          “Aku tak mau melihat Bu Puji, jadi kukatakan kalau aku ingin sendiri,” jawabnya.
          “Kamu itu! Sedang sakit saja masih bisa merasa kesal dengannya,” sahut Gaby sambil menggelengkan kepalanya.
          “Habis bagaimana lagi, sudah terlanjur benci,” sambungnya.
          “Sejujurnya, apa sih yang membuat rasa kesal itu masih terus melekat? Aku heran denganmu, Rin,” ucap Gaby.
          “Kau masih ingat sepatu biruku yang disita Bu Puji?” kata Rindy pelan.
          “Oh, sepatu warna biru kuning yang sering kamu pakai itu?” sahut Gaby.
          “Iya! Padahal itu sepatu kesayanganku. Asal kamu tahu ya! Sepatu itu adalah hadiah ulang tahunku yang ke-13 dari ayahku. Sekarang ayahku sudah tidak ada. Wajar, kan, kalau ingin sering kupakai? Setiap aku pakai, pasti disita. Ketika sudah dikembalikan, aku pakai lagi, disita lagi! Sudah 5 kali sepatu itu disita Bu Puji. Dan sepatuku itu, kini tergeletak begitu saja di ruang BK. Berdebu, lagi!  Dan baru boleh kuambil kalau aku sudah lulus sekolah. Coba kau pikir, bagaimana nggak kesal!” jelas Rindy.
          “Oh, sekarang aku tau penyebabnya. Terakhir Bu Puji menyitanya tiga bulan lalu saat kau bersalaman di pintu utama, kan? Dan sekarang kau tak pernah mau bertemu dan bersalaman dengannya tiap pagi?” tanya Gaby heran.
          “Ya! Kau benar!” sahut Rindy.

Ya, di sekolah mereka ada pembiasaan Budaya 3S, yaitu Senyum, Salam, dan  Sapa. Setiap pagi sebelum pukul 07.00, pasti ada guru yang bertugas di pintu utama, khususnya guru BK untuk menyalami muridnya. Budaya bersalaman ini sudah diterapkan sejak lima tahun lalu.
            Bu Puji adalah guru BK  yang paling dibenci Rindy. Maka Rindy tidak pernah mau melewati pintu utama untuk bersalaman setiap pagi. Sebenarnya Rindy adalah anak yang baik, pandai, dan berasal dari keluarga berada. Ibunya punya butik terkenal di kotanya. Di sekolah, ia terkenal sebagai anak yang memiliki style yang sangat keren. Tas yang dipakainya merupakan tas bermerk, model jaketnya beragam, apalagi model sepatunya. Berganti-ganti. Membuat teman-temannya kagum padanya.
Namun, setiap pagi Rindy berangkat sekolah hanya naik sepeda. Ia tak pernah mau diantar dengan mobil seperti anak-anak yang lain. Selain karena ibunya terlalu sibuk jika harus mengantarnya setiap pagi, ia tak suka kalau harus pergi ke sekolah dengan sopir. Ayahnya sudah meninggal setengah tahun yang lalu karena serangan jantung. Jadi, sekarang ia harus berusaha bersikap mandiri.
          “O,... jadi seperti itu ya. Bagaimana jika aku sampaikan hal ini kepada Bu Puji agar semuanya membaik seiring berjalannya waktu?” pikir Gaby dalam hati.
          “Ya sudah ya, Rin. Kurasa aku harus pulang sekarang. Sudah lama kita mengobrol dan kini kau butuh beristirahat,” kata Gaby.
            Gaby dan mamanya pun berpamitan. Di sekolah, Gaby menyampaikan kepada Bu Puji semua yang Rindy rasakan terhadap Bu Puji selama ini. Bu Puji pun terkejut dengan apa yang diceritakan Gaby kepadanya.
            Suatu hari, Bu Puji ke rumah sakit lagi untuk menjenguk Rindy. Setelah menanyakan keadaannya,  Bu Puji memberi sedikit nasihat padanya.
            “Rindy, Ibu minta maaf, ya,” ucapnya.
            “Minta maaf ? Kenapa, Bu?” jawab Rindy.
            “Ibu minta maaf telah sering menegurmu dengan keras, memberi hukuman, dan berulang kali menyita sepatumu. Terutama sepatu biru kesayanganmu,” kata Bu Puji.
            “Tak apa, Bu. Aku telah melupakannya. Aku tak mau membahasnya lagi,” jawabnya.
            “Bu guru tahu kau kesal dengan Ibu, tetapi kau tak boleh terus bersikap seperti ini. Kau berusaha datang terlambat hanya untuk menghindari Ibu, kan? Kau tak mau datang pagi untuk bersalaman dengan Ibu juga,” kata Bu Puji panjang lebar. Rindy hanya terdiam.
            “Ibu tahu, Ibu juga salah dalam hal ini. Ibu tak tahu kalau sepatu biru itu adalah hadiah dari ayahmu. Kalau sudah sembuh, kamu boleh ambil sepatumu, tapi tetap tak boleh dipakai waktu sekolah.”
            “Iya, Bu.” Jawab Rindy masih sedikit kesal.
            “Tetapi ada hal yang harus kau tahu, Rindy. Dengan bersalaman, dua orang dapat saling memaafkan, banyak teman, dan tentunya itu menyehatkan,” jelasnya.
            “Maafkan Rindy, Bu. Rindy salah selama ini,” jawabnya.
            “Iya, Nak. Berjanjilah pada Ibu mulai sekarang, bahwa setiap hari kau akan datang lebih awal seperti dulu dan bersalaman dengan bapak ibu guru,” pinta Bu Puji.
            “Saya berjanji, Bu. Setelah diperbolehkan masuk sekolah nanti, saya akan datang pagi bersalaman dengan Ibu, dan guru-guru yang lain,” kata Rindy.
            “Nah, ini baru Rindy yang Ibu tahu,” sambungnya. Kemudian, Bu Puji pun berpamitan. Mereka bersalaman satu sama lain.
            Dua minggu kemudian, Rindy sudah mulai sekolah. Kali ini ia diantar pak sopir. Ia menepati janjinya. Ia datang lebih awal dari biasanya, bahkan lebih awal dari teman-temannya. Ia pun bersalaman dengan bapak ibu guru di pintu utama. Wajahnya sangat gembira, walaupun saat ini ia harus berjalan menggunakan kruk. Namun, ia tetap bersemangat untuk bersalaman dengan bapak ibu guru.
            “Bagaimana, Nak? Sudah merasa lebih baik?” tanya Pak Iwan.
            “Sudah, Pak. Terima kasih Bapak sudah mengantar saya ke rumah sakit,” jawabnya.
            “Perlu Ibu bantu untuk ke kelas?” tanya Bu Puji.
            “Terima kasih, Bu, tidak usah. Itu ada Gaby,” jawab Rindy.
            Setibanya ia di kelas, teman-temannya menyambutnya gembira. Tempat duduknya sudah tertata rapi. Gaby yang menyiapkannya. Rindy merasa sangat bahagia.
            “Rin, bagaimana keadaanmu?” tanya Bella.
            “Kau sudah bisa jalan, Rin?” tanya Salsa pula.
            “Yang tanya satu persatu dong. Aku sudah lebih baik sekarang, tetapi masih harus menggunakan kruk untuk berjalan,” jawabnya.
            “Hei teman-teman! Sekarang Rindy sudah tidak terlambat lagi. Hahaha...” ledek Diki.
            “Besok sudah bisa main basket lagi....” tambah Ridho. Hahahaha.....

            Semua teman sekelas menertawakannya. Rindy pun ikut tertawa.

Minggu, 25 Januari 2015

Rangkuman IPS : Perpindahan Penduduk

Rangkuman Materi IPS Kurikulum 2013 Kelas VIII Semester 1 Bab Perpindahan Penduduk

MIGRASI
Ø  Migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain baik untuk menetap maupun sementara, perseorangan maupun kelompok
1.      Penyebab Migrasi
a.       Bencana alam
Ø  Karena Indonesia terletak di daerah rawan bencana, terutama gempa bumi dan gunung meletus, maka sebagian warga terpaksa harus berpindah ke daerah lain yang lebih aman.
b.      Lahan Semakin Sempit
Ø  Lahan pertanian yang semakin sempit karena terdsak untuk lahan tempat tinggal, maka penduduk akan melakukan perpindahan ke daerah lain untuk mencari pekerjaan baru atau mencari daerah yang lahan pertaniannya masih luas.
c.       Situasi Pertentangan
Ø  Pertentangan terjadi karena adanya sikap tidak saling menghargai, mau benar sendiri, dan tidak mau mendengarkan pendapat orang lain.
Ø  Hal itu menyebabkan situasi tidak aman dan akan mendorong orang melakukan migrasi ke tempat yang lebih aman.
d.      Kondisi Alam
Ø  Kondisi alam yang tandus kadang mendorong penduduk untuk mencar daerah lain yang lebih menguntungkan.
2.      Macam-Macam Migrasi
Ø  Ditinjau dari daerah yang dituju, migrasi dibedakan menjadi dua yakni migrasi internasional dan migrasi nasional.
Ø  MIGRASI INTERNASIONAL
  adalah perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain.
Dibedakan menjadi 3, yaitu :
·         Imigrasi : Perpindahan penduduk yang masuk ke dalam suatu negara dengan tujuan untuk menetap di negara yang didatanginya.
·         Emigrasi : Perpindahan penduduk yang meninggalkan suatu negara ke negara lain dengan tujuan untuk menetap.
·         Remigrasi (Repatriasi) : Pepindahan penduduk dari suatu negara ke negara tempat asalnya.
Ø  MIGRASI NASIONAL
   adalah perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain dalam satu wilayah negara atau disebut juga migrasi internal.
Terdiri atas dua bentuk yaitu transmigrasi dan urbanisasi.


TRANSMIGRASI

Ø  Transmigrasi adalah perpindahan penduduk daerah atau pulau yang berpenduduk padat ke daerah atau pulau yang berpenduduk jarang dalam rangka untuk kepentingan pembangunan nasional.
Ø  Transmigrasi dapat dilakukan atas kehendak sendiri maupun mengikuti program pemerintah
Ø  Tujuan Transmigrasi
1.      Pemerataan penduduk → penduduk tidak memusat di suatu lokasi
2.      Meningkatkan taraf hidup masyarakat → dapat bekerja dengan baik
3.      Menyelesaikan masalah pengangguran → banyak lapangan kerja
4.      Menanggulangi bencana alam → penduduk dipindahkan ke daerah aman
Ø  Bentuk-bentuk transmigrasi di Indonesia:
a)    Transmigrasi Keluarga : keluarga/ kerabat para transmigran lama sudah menetap di daerah migran.
b)    Transmigrasi Khusus : dari daerah padat ke daerah jarang dengan tujuan yang khusus.
c)    Transmigrasi Umum : dibiayai dan difasilitasi oleh pemerintah sejak dari daerah asal sampai ke daerah tujuan.
d)    Transmigrasi Lokal : dari satu daerah ke daerah lain masih dalam satu provinsi
e)    Transmigrasi Spontan : biaya dan kehendak sendiri
f)    Bedol Desa: perpindahan satu desa dengan segenap aparatnya dan organ-organ di dalamnya
g)    Transmigrasi Swakarsa : seluruh biaya ditanggung oleh transmigran atau pihak lain diluar pemerintah.
h)    Transmigrasi Sektoral : perpindahan para petani teladan atas biaya Departemen Dalam Negeri, Departemen Transmigrasi, dan Pemda.
i)    Transmigrasi Padat Karya : suatu daerah yang padatpenduduknya untuk dipekerjakan pada proyek-proyek pembangunan daerah tujuan transmigrasi.
j)    Evakuasi : dari daerah ke daerah lain baik perorangan maupun kelompok karena adanya bencana alam atau peperangan.
k)    Forentisme : sifatnya sementara, karena suatu tugas pekerjaan.     
l)    Tourisme : sementara waktu dengan tujuan untuk rekreasi.
m)  Migrasi Musiman : dari suatu derah ke daerah lain yang sifatnya sementara, terutama pada saat suatu daerah membutuhkan tenaga kerja dari daerah lain.



URBANISASI

Ø  Pengertian Urbanisasi
·         Perpindahan penduduk dari desa ke kota.
·         Suatu proses perpindahan yang dapat dilihat dari sudut pandang ekonomi, demografi, sosiologi, dan geografi.
·         Perubahan suasana perdesaan menjadi suasana kehidupan kota.
Ø  Penyebab Urbanisasi
Ø  Penyebab utama urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Penyebab lainnya adalah pertumbuhan kota.
Ø  Dua hal penting yang menyebabkan terjadinya urbanisasi :
1.      Daya Dorong Desa
Ø  Pertumbuhan penduduk terus berkembang, sementara lahan dan fasilitas yang tersedia tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk.
Ø  Hal tersebut mendorong masyarakat desa pergi ke kota untuk memperoleh suasana kehidupan yang lebih dinamis.
Ø  Beberapa penyebab penduduk desa melakukan migrasi ke kota :
a.  Terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan.
b.  Semakin sempitnya lahan pertanian.
c.  Keberhasilan pertanian yang tidak pasti seperti paceklik, kekeringan, dan serangan hama.
d.  Minimnya fasilitas sosial di pedesaan.
e.  Kehidupan desa yang tidak bervariasi atau monoton.
2.  Daya Tarik Kota
Ø  Keunggulan utama di kota adalah lengkapnya sarana dan prasarana dari pemerintah maupun swasta yang tersedia.
Ø  PEMERINTAH
Ø  Pemerintah membangun sarana pendidikan, pelayanan masyarakat, gedung olahraga, gedung kesenian, dan pusat pemerintahan di kota.
Ø  Tujuan : Agar mudah diakses dari berbagai pelosok, termasuk dari luar.
Ø  SWASTA
Ø  Tujuan : 1) Memudahkan urusan administrasi, 2) Perusahaan mudah melakukan akses dengan berbagai penjuru tempat.
Ø  Sebagai daya tarik kota diantaranya :
a.   Lapangan pekerjaan di kota lebih banyak dibanding di desa.
b.  Upah pekerja di kota lebih tinggi dibanding di desa.
c.  Fasilitas sosial, pendidikan, olahraga, dan lain-lain lebih lengkap dibanding di desa.
Ø  Masalah yang ditimbulkan urbanisasi :
1.      Semakin banyak jumlah pengangguran di perkotaan
2.      Semakin tingginya tindak kejahatan
3.      Tumbuhnya pemukiman kumuh
Ø  Upaya menghentikan laju urbanisasi :
1.      Membuka lapangan pekerjaan di pedesaan
2.      Membangun industri pabrik dan pusat perdangan
3.      Pembangunan fasilitas umum seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, transportasi
Ø  Dampak Urbanisasi
Ø  Dampak bagi desa
Ø  DAMPAK POSITIF
1.      Menurunnya angka pengangguran
2.      Meningkatnya daya beli desa karena uang dikirim dari kota
3.      Pengaruh ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya positif dari kota.
Ø  DAMPAK NEGATIF
1.      berkurangnya tenaga terdidik
2.      menurunnya kualitas dan kuantitas pertanian
3.      pengaruh budaya negatif dari kota
Ø  Dampak bagi kota
Ø  DAMPAK POSITIF
1.      tersedia tenaga kerja murah terutama tenaga kerja kasar
2.      terjadinya kompetisi yang tinggi dalam rekrutmen tenaga kerja
3.      dihasilkan tenaga kerja yang unggul.
Ø  DAMPAK NEGATIF
1.      meningkatnya jumlah penduduk kota
2.      ketatnya persaingan kerja
3.      berkurangnya lahan kota

4.      meningkatnya masalah sosial